Prostitusi Online Via MiChat Kian Marak

PORTALINSIDEN.com, Parepare — Prostitusi online via MiChat kian marak di kota-kota besar, tidak terkecuali Parepare. Aplikasi ini diduga menjadi wahana bagi orang-orang untuk bertransaksi seksual.

Buktinya, banyak pengguna akun di aplikasi ini menulis status BO atau booking order, PHP menjauh, COD di kamar dan melayani yang serius, dimana hal itu diduga menjurus kepada transaksi seksual.

Tidak tanggung-tanggung, tarif yang ditawarkan saat menjajakan diri dalam bisnis birahi via MiChat berkisar Rp500 ribu hingga Rp1 juta. Berbagai foto wanita seksi pun dipasang sebagai profil untuk menarik pengejar nafsu datang berkunjung.

Menanggapi maraknya prostitusi online via MiChat tersebut, Advokat Guntur yang merupakan Lawyer kondang di Kota Parepare angkat bicara.

Di Indonesia, kata dia, prostitusi dianggap sebagai kejahatan terhadap kesusilaan, moral dan perbuatan melawan hukum.

“UU jelas di Pasal 296, barang siapa yang mata pencahariannya atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan,” katanya.

“Atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah. PSK maupun mucikari sama-sama dapat terjerat pidana,” tambah praktisi hukum ini.

Menurut Guntur, pandangan terhadap prostitusi berbeda-beda antar masyarakat, sejumlah orang menilai pelacur adalah profesi yang diakui.

Namun, lanjut dia, sebagian besar masyarakat menganggap pelacur sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hina dan pantas untuk dijauhi atau pun dicaci maki.

Sedangkan terkait pemanfaatan via online dalam prostitusi, kata Guntur, dapat divonis bersalah dan dijatuhi pidana dengan dasar Undang-Undang ITE (UU No. 11 tahun 2008 sebagaimana diubah dengan UU No. 19 tahun 2016).

Jika prostitusi itu dilakukan melalui media WA, IG atau Michat maka Pasal 27 ayat (1) Perbuatan yang dilarang:

‘Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan’.

“Sesuai dalam Pasal 45 ayat (1) ketentuan pidana, menyebutkan Penjara paling lama 6 tahun, dan/atau Denda paling banyak 1 Miliar Rupiah,” tandas Guntur, Lawyer Ibukota saat ini. (adf)