Putusan yang dimaksud yakni Putusan MK Nomor: 28/PUU-V/2007 tanggal 28 Maret 2008, Putusan MK Nomor: 49/PUU-VIII/2010, Putusan MK Nomor: 16/PUU-X/2012 tanggal 8 Oktober 2012 dan Putusan MK Nomor: 21/PUU-XII/2014 tanggal 16 Maret 2015.
“Terhadap keempat perkara tersebut Mahkamah Konsisten dengan putusannya menolak semua PUU tersebut, bahkan memperkuat kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi yang dimiliki oleh Kejaksaan dengan menyatakan bahwa kewenagan kejaksaan tersebut tidaklah bertentangan dengan Pasal 28 D ayat 1 UUD NRI Tahun 1945. Artinya bahwa dari aspek historis Mahkamah Konstitusi telah megadili perkara PUU kewenangan kejaksaan dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana korupsi sudah empat kali menolak PUU tersebut,” lanjut Prof Hamzah.
Dengan demikian, menurutnya judicial review yang dilakukan oleh M. Yasin pengacara tersangka kasus tindak pidana korupsi Plt. Bupati Mimika ini hasilnya akan bernasib sama dengan 4 (empat) Judicial Review sebelumnya yakni akan DITOLAK/ Tidak dikabulkan.
“Salah satu penyebabnya oleh karena batu uji yang akan digunakan oleh Hakim Mahkamah Konstitusi dalam menguji perkara PUU yang diajukan M. Yasin ini masih sama dengan batu uji yang digunakan Hakim Mahkamah Konstitusi dalam memutus 4 PUU sebelumnya, jadi rasanya sulit bagi Hakim Mahkamah untuk mengambil putusan yang bertentangan dengan 4 putusan PUU sebelumnya,” katanya.
Sementara jika mencermati dari pendekatan substansi dari Pasal yang dijudicial review oleh M. Yasin, yakni Pasal 30 Ayat (1) Huruf D Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Kemudian ada Pasal 39 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diminta untuk dibatalkan. Selain itu, juga meminta agar Hakim Konstitusi menghapus frasa “Kejaksaan” dalam Pasal 44 dan Pasal 50 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Pasal-pasal tersebut dianggap sang penggugat M. Yasin bertentangan dengan Pasal 28 D ayat 1 UUD NRI Tahun 1945, maka dalam kajian saya rasanya rumusan ketentuan pasal-pasal dimintakan dibatalkan tersebut sama sekali tidak memiliki pertentangan dengan substansi Pasal 28 D ayat 1 UUD NRI Tahun 1945 yang akan dijadikan batu uji oleh Hakim Mahkamah Konstitusi dalam memutus pengajuan judicial review oleh saudara M. Yasin tersebut,” pungkasnya.