“Objek tanah yang diklaim dan ingin dibuatkan SPPT masuk dalam lahan saya, jadi pada saat ada yang meminta dibuatkan rekomendasi penerbitan SPPT, tentu saya keberatan,” imbuhnya.
Sementara Sudirman, ahli waris dari Ambo Enre menyampaikan, jika pengajuan penerbitan SPPT itu merujuk pada peta blok yang ada, dimana lokasi tersebut adalah tanah garapan kakeknya (Ambo Enre).
“Kita ada beberapa saksi yang membenarkan jika tanah tersebut adalah garapan dari kakek kami (Ambo Enre). Bahkan buktinya ada, tanah yang awalnya kosong itu digarap menjadi lahan pertanian dan peternakan (empang),” ungkapnya.
“Saya juga sudah meminta kepastian data dari BPKPD Kabupaten Pinrang, dimana disebutkan jika lahan dengan nomor SPPT yang kami ajukan berstatus menunggu keterangan atau MK,” jelasnya.
Terpisah Tasyim, perwakilan LSM yang melakukan pendampingan kasus ini mengungkapkan jika sengketa lahan di Desa Ujung Labuang diduga ada kejanggalan.
“Dari kasus ini kita temukan banyak kejanggalan, misalnya pengakuan warga yang mengklaim jika pernah membayar dua SPPT tapi tahun-tahun setelahnya hanya membayar satu SPPT,” kata dia.
“Kejanggalan lainnya, sertifikat yang ditunjukkan dengan nomor SPPT yang diklaim warga berdasarkan peta blok berbeda, dan masih banyak kejanggalan lainnya, sementara biar kita tunggu hasil penulusuran dari pemerintah Kecamatan Suppa,” tandasnya.