Ia mengungkapkan sebuah ironi bahwa masih ada dana sebesar Rp300 juta yang belum tersalurkan karena kendala administratif.
“Kita memiliki aturan main dalam penyaluran dana hibah dan beberapa syarat mutlak yang harus dipenuhi seperti SK Cabor Definitif,” jelas pria yang akrab disapa Awink ini.
“Yang lebih menyedihkan, karena Ketua Askot masih di-PLT-kan, tidak ada yang mengurus tim secara optimal. Ujung-ujungnya orang tua atlet yang harus menanggung beban, bahkan sampai harus bermalam di masjid,” jelasnya.
Awink menegaskan bahwa kejadian ini akan menjadi momentum perubahan besar dalam persepakbolaan Parepare.
“Kami akan melakukan evaluasi besar-besaran terhadap Askot PSSI Parepare. Ada 18 tim sepak bola dan 3 SSB yang menginginkan percepatan kongres PSSI, dan itu akan kami sampaikan langsung ke Asprov Sulsel,” tegasnya.
Di tengah polemik ini, Awink juga menyoroti potensi besar sepak bola Parepare dengan kehadiran Stadion Gelora BJ Habibie bertaraf internasional.
“Sarana sudah memadai, tahun depan stadion akan berstandar internasional. Yang kita butuhkan adalah format pembinaan yang jelas dan berkelanjutan, bukan sekadar gagah-gagahan atau kumpul uang untuk berangkat keluar,” tandasnya.
Meski berakhir dengan kekecewaan, kisah perjuangan Tim Persipare U-15 ini menjadi cermin betapa pentingnya dukungan serius terhadap pembinaan sepakbola usia muda.
Semangat juang tim muda yang pantang menyerah di tengah keterbatasan telah membuka mata banyak pihak tentang urgensi pembenahan sistem pembinaan sepak bola di daerah.
“Tetap berlatih, tetap semangat. Kejadian ini justru harus menjadi cambuk bagi kita semua untuk membenahi persepakbolaan Parepare,” tutup Awink.