“Setelah dirapatkan, kita hanya mampu menyisihkan anggaran sekitar Rp12 miliar, yang dimasukkan ke program makanan bergizi gratis Rp6 miliar, anggaran tidak terduga Rp5 miliar, dan Rp1 miliar untuk biaya lainnya,” jelas Kaharuddin.
Pemotongan anggaran ini tidak hanya berdampak pada pembangunan infrastruktur, tetapi juga menyentuh sektor operasional pemerintahan. “Termasuk pengurangan anggaran perjalanan dinas pegawai bahkan DPRD,” tambahnya.
Sebagai langkah efisiensi, Kaharuddin menyarankan agar proyek-proyek pembangunan diprioritaskan untuk kontraktor lokal.
“Kalau bisa pekerjaan yang dipihak ketigakan diprioritaskan kepada kontraktor lokal, sehingga perputaran ekonomi ada pada daerah tersebut, tidak keluar ke daerah lain,” jelasnya.
“Jika uang kurang beredar maka daya beli akan turun, sehingga mempengaruhi roda perekonomian kita dan dapat berujung pada inflasi,” papar Kaharuddin menjelaskan dampak ekonomi yang mungkin terjadi.
Untuk menghadapi situasi ini, pemerintah pusat bahkan berencana menerapkan kebijakan kerja hybrid dengan tiga hari kerja di kantor dan dua hari kerja dari mana saja sebagai upaya efisiensi anggaran hingga kondisi keuangan negara kembali normal.
Ia juga menjelaskan bahwa berdasarkan informasi dari Kementerian Dalam Negeri, akan segera diterbitkan surat edaran menteri untuk percepatan APBD perubahan, dengan perkiraan pembahasan akan dilakukan pada bulan April.