Angka Kekerasan di Parepare Melonjak 41% dalam Setahun, Korban Didominasi Perempuan

Parepare, Portal — Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Parepare mencatat lonjakan signifikan kasus kekerasan selama setahun terakhir, dengan peningkatan 41% dari tahun sebelumnya.

Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DP3A Kota Parepare, Zulkifli, menyampaikan bahwa pada tahun 2023 tercatat 58 kasus kekerasan dengan rincian 9 korban laki-laki dan 54 korban perempuan. Angka ini kemudian meningkat menjadi 82 kasus pada tahun 2024, dengan 10 korban laki-laki dan 76 korban perempuan.

“Perlu dicatat bahwa korban laki-laki yang masuk dalam data ini adalah anak-anak, bukan orang dewasa,” jelas Zulkifli.

Menyikapi lonjakan kasus tersebut, Zulkifli menekankan perlunya kerja ekstra dalam penanganan dan sosialisasi sebagai upaya pencegahan. “Masyarakat juga harus tahu di mana melaporkan jika ada temuan kasus terjadi,” tambahnya.

Meski angka kasus meningkat, Zulkifli menyatakan bahwa kenaikan ini bisa jadi merupakan dampak positif dari masifnya sosialisasi terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak, sehingga kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus meningkat.

“Kami berharap ini adalah dampak dari kesadaran masyarakat, bukan karena banyaknya kasus yang terjadi,” ungkap Zulkifli.

Dalam kesempatan tersebut, Zulkifli juga menjelaskan berbagai jenis kekerasan yang sering terjadi, seperti kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran, eksploitasi, perdagangan orang, dan bullying.

Ia juga menyampaikan jika DP3A Kota Parepare menyediakan berbagai layanan untuk penanganan korban, seperti layanan pengaduan dan identifikasi, layanan kesehatan termasuk pemulihan kondisi dan Visum et repertum.

Selanjutnya, layanan konsultasi, mediasi dan bantuan hukum, layanan rehabilitasi psikososial dan rumah aman, layanan reunifikasi/pemulangan, layanan reintegrasi sosial untuk pemulihan lingkungan sosial korban, dan layanan pendampingan dan pengelolaan kasus hingga selesai.

“Dalam penanganan kasus, DP3A Kota Parepare menerapkan prinsip berorientasi pada kepentingan terbaik korban, menjaga privasi, memberikan pelayanan yang ramah dan tidak menghakimi, melakukan kerja sama lintas sektor, serta memberikan dukungan berkelanjutan hingga korban benar-benar pulih,” jelasnya.

Zulkifli menambahkan bahwa petugas yang menangani kasus kekerasan juga terikat kode etik yang mengutamakan kerahasiaan korban, menghormati hak korban, bersikap netral dan objektif, memberikan informasi yang jelas, mengutamakan persetujuan dan kepentingan terbaik korban, serta menjunjung profesionalisme.