Pakar Hukum Dorong Penguatan Asas Dominus Litis dalam RUU KUHAP

Makassar, Portal — Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Konsep Dominus Litis Dalam RUU KUHAP” di Hotel Grand Hyat Makassar, Kamis (27/2/2025).

Acara ini menghadirkan sejumlah pakar hukum yang mendorong penguatan peran jaksa sebagai pengendali perkara dalam sistem peradilan pidana Indonesia.

Dekan Fakultas Hukum Unhas, Prof. Dr. Hamzah Halim menyatakan FGD ini digelar sebagai bentuk kontribusi kalangan akademis dalam penyusunan RUU KUHAP yang akan berlaku pada tahun 2026 mendatang bersamaan dengan berlakunya UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP.

“Asas Dominus Litis ini sudah digunakan universal, misalnya di Jepang, Belanda dan Prancis. Khususnya wewenang penuntutan yang sepenuhnya di tangan jaksa,” kata Prof Hamzah.

Dia menekankan bahwa jaksa harusnya menjadi pengendali perkara dari awal hingga akhir, sehingga perkara tidak bolak-balik dari penyidik ke Jaksa Peneliti atau Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dalam kesempatan yang sama, Prof. Hamzah juga mendorong Kejaksaan masuk dalam kekuasaan yudikatif. “Kejaksaan ini dikatakan lembaga pemerintahan atau eksekutif, tapi dituntut independen. Saya sarankan Kejaksaan masuk rumpun yudikatif agar bisa independen,” ungkapnya.

Guru Besar Hukum Pidana Unhas, Prof. Dr. Aswanto menjelaskan bahwa asas Dominus Litis merupakan konsep hukum yang menegaskan bahwa jaksa memiliki kewenangan penuh dalam pengendalian perkara pidana, mulai dari tahap penuntutan hingga eksekusi putusan.

“Sebagai pemegang dominus litis, Kejaksaan Republik Indonesia memainkan peran strategis dalam sistem peradilan pidana. Kewenangan ini memungkinkan jaksa untuk mengontrol jalannya penuntutan demi mencapai kepastian hukum dan keadilan,” jelas Prof Aswanto.

Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana UIN Alauddin Makassar, Prof Sabri Samin F menyoroti kondisi overload atau kelebihan kapasitas narapidana di Rutan dan Lapas saat ini. Menurutnya, jaksa yang menentukan pilihan-pilihan hukum tentang sanksi pidana yang akan diterapkan atas tindak pidana yang terjadi.

Rektor UMI, Prof. Dr. H. Hambali Thalib menambahkan bahwa RUU KUHAP harus selaras dengan KUHP (UU nomor 1 Tahun 2023) terutama dalam hal supervisi dan koordinasi antara penyidikan dengan penuntutan umum.

“Penguatan hubungan koordinasi untuk mencegah kesalahan prosedural, meningkatkan akuntabilitas serta memastikan standar hukum yang jelas,” jelas Prof Hambali.

FGD ini dihadiri oleh sejumlah akademisi dan praktisi hukum, termasuk Guru Besar Hukum Pidana Universitas Negeri Makassar, Prof. Heri Tahir, Guru Besar Hukum Pidana Unhas Makassar, Prof. M. Said Karim, dekan fakultas hukum dari beberapa perguruan tinggi di Makassar, serta beberapa Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari berbagai instansi pemerintah.