Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi mengatakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi-sakti tersebut untuk memperkuat dakwaan di persidangan
“Jaksa Penuntut Umum masih mengagendakan beberapa saksi akan dihadirkan dalam sidang berikutnya. Untuk terdakwa Mustadir Dg Sila, sidang berikutnya dijadwalkan pada Kamis tanggal 10 April,” kata Soetarmi.
Kasi Penkum Kejati Sulsel menyebutkan saksi serupa juga dihadirkan untuk dua terdakwa lainnya, Agus Salim alias H. Agus bin H.Babaringan Dg Nai (40 tahun) dan Mira Hayati alias Hj. Mira Hayati (29 tahun).
“JPU menghadirkan saksi ahli dari bidang keahlian untuk memberikan keterangan terkait dengan bukti-bukti yang telah dikumpulkan. Diantaranya ahli kesehatan, ahli BPOM RI dan ahli pidana,” sebut Soetarmi.
Sidang lanjutan untuk terdakwa Mira Hayati dijadwalkan pada Hari Rabu, 26 Maret 2025. Sementara sidang untuk terdakwa Agus Salim yang diagendakan pada hari ini Selasa, 25 Maret 2025 ditunda dan akan dijadwalkan ulang pada 15 April 2025.
Diketahui terdakwa Mustadir Dg Sila (Direktur CV Fenny Frans), dijerat dengan dakwaan Pasal 435 jo Pasal 138 Ayat (2) UU RI Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan. Mustadir Dg Sila diancam pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak 5 miliar rupiah. Selain itu, Mustadir Dg Sila juga didakwa melanggar Pasal 62 Ayat (1) Jo. Pasal 8 Ayat (1) huruf a Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Yang diancam pidana paling lama 5 tahun penjara atau denda paling banyak 2 miliar rupiah.
Sementara, Agus Salim yang merupakan pemilik atau owner brand Ratu Glow dan Raja Glow didakwa melanggar Pasal 435 jo Pasal 138 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Atas dakwaan tersebut, Agus Salim terancam hukuman pidana penjara maksimal 12 tahun atau denda hingga Rp5 miliar.
Untuk terdakwa Mira Hayati (29 tahun) yang merupakan Direktur Utama Agus Mira Mandiri Utama didakwa Pasal 435 jo Pasal 138 Ayat (2) UU RI Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan. Mira Hayati diancam pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak 5 miliar rupiah.