“Jika sesuai dengan regulasi maka fungsi trotoar bukan tempat berjualan tapi pejalan kaki, namun jika melihat sisi kemanusiaan maka itu perlu ada kebijakan pemerintah yang tidak merugikan masyarakat,” jelasnya.
Kahar menyarankan perlunya kebijakan yang memposisikan PKL atau UMKM sebagai bagian dari aksesoris kota, sehingga diperlukan kehadirannya dengan menyiapkan lokasi alternatif.
Salah seorang warga yang hadir mengangkat persoalan kurangnya kursi pelayanan di puskesmas yang membuat pengunjung harus berdiri saat mengantre menunggu pelayanan kesehatan.
Warga juga menyoroti masalah penertiban PKL yang tidak merata, penggunaan badan jalan sebagai lahan parkir oleh pengusaha, serta masalah sampah yang jarang diangkut petugas kebersihan dari Dinas Lingkungan Hidup.
Menanggapi keluhan warga, Kahar secara tegas mengakui adanya penurunan kualitas kebersihan kota. “Jika melihat kondisi memang ada penurunan terkait kebersihan kota. Ini fakta,” ungkapnya.
Kahar juga menekankan pentingnya demokrasi yang sehat di mana masyarakat mampu menyampaikan aspirasi tanpa hambatan dan memiliki ruang untuk memberikan kritik serta saran yang membangun.
“Walikota atau bupati itu adalah jabatan yang tidak punya perasaan, sehingga jika ada kritik dari masyarakat maka tidak boleh tersinggung, selama bukan individu dari pemimpin daerah itu yang disinggung,” pungkas Kahar.