PORTAL — Pemerintah Kota Parepare memutuskan menunda kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang menyasar 9.015 wajib pajak sambil menunggu hasil konsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).
Keputusan penundaan ini diambil setelah sejumlah wajib pajak datang mengeluhkan kenaikan PBB yang diterima. Dari total 51.183 wajib pajak di Parepare, tercatat 9.015 mengalami kenaikan, 33.544 mengalami penurunan, dan 8.624 tetap tidak mengalami perubahan.
“Pak Wali Kota Parepare memutuskan yang naik ditunda dulu sambil berkonsultasi dengan BPK RI. Sudah ada beberapa wajib pajak yang datang mengeluhkan kenaikannya,” ungkap Pj Sekda Parepare, Amarun Agung Hamka, Rabu (20/05/2025).
Kenaikan PBB ini sebenarnya merupakan rekomendasi langsung dari BPK, mengingat sejak tahun 2011 Parepare belum pernah melakukan penyesuaian tarif PBB meskipun harga tanah terus mengalami lonjakan signifikan.
Permasalahan utama yang melatarbelakangi rekomendasi BPK adalah ketimpangan antara Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dengan kondisi harga tanah saat ini. Beberapa kluster yang mengalami kenaikan terutama berada di jalan-jalan utama Parepare yang selama ini tidak pernah mengalami penyesuaian sejak 2011.
“Ketika melakukan transaksi penjualan tanah, kenaikannya jauh dari nilai NJOP. Pajak yang seharusnya masuk ke pemerintah daerah jadinya tidak masuk karena nilai NJOP tidak menyelesaikan dengan kondisi kekinian,” jelas Hamka.
Rendahnya NJOP juga merugikan warga yang hendak menggunakan sertifikat tanah sebagai jaminan kredit, karena nilai yang tertera dalam SPPT tidak sesuai dengan nilai pasar sebenarnya.
Meski ada penyesuaian, target penerimaan PBB Kota Parepare tahun ini hanya naik tipis dari Rp 6 miliar menjadi Rp 6,116 miliar, atau kenaikan sebesar 1% dari target sebelumnya.
Pemkot Parepare menyatakan membutuhkan waktu untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan konsultasi mendalam dengan BPK RI sebelum menerapkan kenaikan PBB tersebut.
Keputusan ini menunjukkan kehati-hatian pemerintah daerah dalam menerapkan kebijakan fiskal yang berdampak langsung pada masyarakat, sambil tetap mengikuti arahan dari lembaga pengawas keuangan negara.