Opini: Rektor UNM Dapat Pidana

PORTAL — Rektor UNM Prof Karta Jayadi (Prof Kaje) resmi dilaporkan ke Polda Sulsel. Laporannya sekaitan dugaan tindak pidana kekerasan seksual. Bak gayung bersambut, Prof Kaje Tak tinggal diam, melaporkan balik dosen Q di tempat yang sama, Polda sulsel.

oleh: Wival agustri, S.H., M.H.
(Praktisi Hukum)

Ibarat mata ganti mata, Prof Karta Jayadi menuduh dosen Q yang mencemarkan nama baiknya.Dari beberapa sumber pemberitaan, sebelum Prof Kaje melapor,dirinya telah melayangkan somasi, yang tak kunjung berbuah permintaan maaf dari dosen Q.

Saling lapor antara keduanya, menunjukkan Prof Kaje dan dosen Wanita itu tidak main-main. Kemarahan keduanya bak muntahan lahar merapi, tak bisa dibendung lagi. Keduanya memilih jalur hukum. Sungguh disayangkan karena keduanya sama-sama berstatus tenaga pendidik di kampus yang sama.

Yang menarik dalam kasus ini adalah, obyektifitas dan integritas polda sulsel dalam menangani kasus ini yang menjadi pertaruhan, karena kedua belah pihak saling lapor, Polda Sulsel harus benar-benar teliti dalam menangani kasus ini. Mengingat bahwa kasus utama dalam kasus ini adalah dugaan kekerasan seksual dan yang kedua adalah aduan perihal berita bohong dan pencemaran nama baik.

Jika dilihat dalam konteks hukum. Laporan dugaan kekerasan seksual harus diutamnakan, sebab laporan pencemaran nama baik oleh Prof Kaje adalah ekses dari laporan kekerasan seksual yang lebih dahulu diajukan.

Pihak kepolisian sebaiknya menangguhkan penyelidikan dalam aduan rektor UNM tersebut atas nama undang-undang sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2) UU perlindungan saksi dan korban, karena yang dipersoalkan adalah berita bohong dan pencemaran nama baik perihal dugaan kekerasan seksual yang beredar di berbagai media online.

Jadi sebaiknya polda sulsel menyelesaikan laporan dugaan kekerasan seksual dulu,apakah terbukti atau tidak, kita lihat nanti hasilnya seperti apa, karena jangan sampai laporan dugaan kekerasan seksual tersebut terbukti sehingga aduan terkait berita bohong dan pencemaran nama baik yang diadukan oleh Rektor UNM, mau tidak mau, suka tidak suka harus dihentikan.

Apabila aduan terkait pencemaran dan berita bohong tidak ditangguhkan penyelidikannya oleh pihak kepolisian, penulis khawatir adanya pembangkangan terhadap hukum oleh aparat penegak hukum sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dan kekacauan dalam penegakan hukum.

Sebaliknya,apabila dugaan kekerasan seksual yang dilaporkan oleh dosen Q tidak terbukti maka sepatutnya dosen Q tidak layak dipidana karena pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud pasal 27A dalam penjelasan pasal demi pasal juncto Pasal 45 ayat (4) UU ITE mensyaratkan harus ada akibat yang timbul yaitu kerugian, kerugian apa yang dialami oleh rektor UNM?.

Pembuktian adanya kerugian Prof Kaje karena secara pidana terdapat kausalitas. Jika dalam satu pasal mensyaratkan harus ada kerugian maka pasal tersebut menjadi delik materil sehingga kerugian itu harus timbul dari perbuatan yang dilarang. Jika kerugian tersebut tidak bisa dibuktikan maka tidak layak diterapkan pasal 27A jo. Pasal 45 ayat (4) UU ITE.

Olah karena hal ini adalah proses hukum, maka jika dirinya merasa nama baiknya dicemarkan atas tuduhan kekerasan seksual, sebaiknya Rektor UNM fokus menghadapi laporan tersebut dengan memberikan bukti kepada penyidik untuk membantah tudingan tersebut,sehingga dari seluruh bukti yang dikumpulkan oleh kepolisian, membuat terang peristiwa tersebut, bukan dengan mengadukan dosen Q ke polda sulsel.

Penulis berpendapat bahwa justru secara tidak langsung langsung Prof Kaje membahayakan dirinya sendiri sebagai pengadu dan berpotensi terancam dengan pidana baru dalam mengambil Tindakan hukum dengan cara mengadukan dosen Q ke polda sulsel.

Terdapat ancaman pidana bagi orang yang membuat aduan bohong dan bertentangan dengan apa yang diketahui padahal telah diberi kesempatan untuk membuktikannya, ia terancam pidana karena fitnah dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (6) UU ITE.

Adapun jika yang dimaksud dengan berita bohong sebagaimana termuat dalam pasal 28 ayat (3) jo. Pasal 45A ayat (3) UU ITE terkait pemberitahuan bohong juga belum dapat diterapkan kepada dosen Q sebagai teradu, sebab proses hukum atas laporan dugaan kekerasan seksual saat ini masih dalam proses penyelidikan di polda sulsel, apabila keterangan dosen Q yang beredar di media itu benar dan menjadi fakta hukum, maka tidak sepatutnya pengaduan rektor UNM tersebut dilanjutkan, melainkan harus dihentikan. Karena keterangan tersebut adalah fakta dan terbukti.

Disisi lain menyebarkan informasi atau dokumen elektronik yang memuat berita bohong sebagaimana dimaksud pasal 28 ayat (3) UU ITE , mensyaratkan harus menimbulkan akibat dari perbuatan yang dilarang yaitu harus timbul kerusuhan di masyarakat, hal ini menarik karena hingga saat ini tidak ada pemberitaan yang di beritakan oleh media mengenai kerusuhan akibat dari pemberitaan dugaan kekerasan seksual yang menghebohkan publik.

Pengaduan Rektor UNM tersebut terlalu terburu-buru karena tidak ada urgensi secara hukum yang mendesak dirinya untuk melakukan pengaduan, seharusnya rektor UNM menunggu hasil penyelidikan dan penyidikan yang akan dilakukan oleh polda sulsel atas laporan dugaan kekerasan seksual yang menyasar diirinya. Sehingga atas dasar tersebut barulah dapat menentukan sikap untuk mengambil Tindakan hukum.

Hal ini penting agar menjadi edukasi hukum kepada masyarakat, walaupun pencemaran nama baik melalui media elektronik merupakan delik aduan absolut, yang maknanya hanya dapat diproses oleh aparat berwenang apabila terdapat aduan namun
mengadukan tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik kepada pihak kepolisian tidaklah mudah.

Penanganan pencemaran nama baik membuhkan ketelitian penyidik. Diperlukan minimal dua alat bukti berdasar KUHAP. Dan dalam kasus ini untuk membuktikan ada tidaknya pencemaran nama baik, maka terlebih dahulu diselesaikan dugaan kekerasan seksualnya.

Akhirnya hanya Prof Kaje dan korban yang mengetahui kebenaran kasusnya.Kekerasan seksual atau pencemaran nama baik. Korban telah mengakui. Saatnya Prof Kaje berkata jujur, bukan berkata benar. Sebab jujur dan benar tipis bedanya. Sebab Jujur itu mengakui apa adanya, sedangkan berkata benar itu kadang kala mengakui ada apanya.