PORTAL — Bahasa sering dipandang hanya sebagai alat komunikasi. Padahal ia juga merupakan sarana membentuk cara pandang, pola pikir, dan bahkan sikap hidup. Bahasa Arab yang menjadi bahasa Alquran, memiliki potensi besar bukan hanya sebagai bahasa pengajaran agama, tetapi juga sebagai bahasa cinta.
Oleh: Dr. Baso Pallawagau, Lc.,MA (Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar)
Jika dikelola dengan tepat, bahasa Arab dapat menjadi strategi efektif untuk merawat persatuan Indonesia yang majemuk. Sebagai bahasa agama mayoritas masyarakat Indonesia, bahasa Arab memiliki kedudukan istimewa. Banyak nilai universal seperti kasih sayang, keadilan, dan persaudaraan termaktub dalam teks-teks berbahasa Arab.
Ketika generasi muda mampu memahami teks tersebut secara mendalam, mereka akan menyerap pesan-pesan cinta yang mendorong terciptanya kedamaian, bukan perpecahan. Bahasa Arab sebagai bahasa cinta berarti menghadirkan bahasa ini dalam pendidikan dengan pendekatan yang sejuk dan moderat.
Pengajaran bahasa Arab tidak cukup berhenti pada hafalan kosakata atau kaidah nahwu-sharf. Tetapi juga mengajak peserta didik merenungi makna nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, bahasa Arab menjadi sarana internalisasi akhlak mulia dan nilai rahmatan lil-‘alamin.
Di tengah ancaman radikalisme, pengajaran bahasa Arab yang benar menjadi benteng penting. Banyak kelompok ekstrem yang memanipulasi istilah Arab seperti jihad, takfir, atau khilafah untuk kepentingan politik. Dengan literasi bahasa Arab yang baik, generasi muda dapat memahami makna istilah tersebut secara proporsional dan tidak mudah terjebak dalam narasi kebencian.
Bahasa Arab juga dapat membangun empati sosial. Melalui kisah-kisah Nabi, sahabat, dan ulama yang diceritakan dalam teks berbahasa Arab, peserta didik dapat belajar bagaimana para teladan itu menghadapi perbedaan, mengedepankan musyawarah, dan mengutamakan perdamaian.
Kisah-kisah ini menumbuhkan kesadaran bahwa cinta dan kasih sayang adalah inti ajaran Islam. Di sisi lain, bahasa Arab dapat mempererat hubungan antar kelompok. Dengan memahami sumber ajaran Islam secara mendalam, umat Muslim Indonesia akan lebih terbuka dan toleran terhadap keberagaman suku, budaya, maupun agama. Bahasa Arab menjadi jembatan yang menghubungkan identitas keagamaan dengan semangat kebangsaan.
Penguatan bahasa Arab sebagai bahasa cinta juga perlu didukung kebijakan pemerintah. Kurikulum bahasa Arab harus menekankan nilai-nilai moderasi dan toleransi. Guru dan dosen bahasa Arab perlu diberi pelatihan agar mampu menghadirkan pembelajaran yang inspiratif, kontekstual, dan mendorong peserta didik untuk menjadi agen perdamaian.
Selain pendidikan formal, media massa dan platform digital dapat menjadi sarana penyebaran bahasa Arab yang positif. Konten yang memperkenalkan kosakata Arab beserta pesan moralnya dapat memperluas literasi masyarakat. Dengan begitu, nilai-nilai cinta yang terkandung dalam bahasa Arab menjangkau khalayak luas di luar ruang kelas.
Jika bahasa Arab diajarkan dengan pendekatan cinta, ia akan menjadi kekuatan pemersatu. Nilai-nilai seperti saling menghormati, tolong-menolong, dan menjaga keadilan dapat menjadi perekat sosial di tengah keberagaman Indonesia. Bahasa Arab tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang eksklusif, tetapi sebagai bahasa yang mempersatukan umat.
Menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa cinta adalah strategi kultural untuk menjaga keutuhan NKRI. Melalui pengajaran yang moderat, inklusif, dan berorientasi pada kedamaian. Bahasa Arab dapat melahirkan generasi yang tidak hanya fasih berbicara, tetapi juga mampu mencintai sesama dan bangsanya. Inilah jalan menuju Indonesia yang damai, toleran, dan harmonis.