Opini : Data Itu Harus Bisa “Bicara”

Oleh : Ibrahim Fattah.

PORTALINSIDE.com — Data selalu menjadi diskursus yang selalu menarik sekaligus selalu menjadi sumber perdebatan antara pemerintah dan organisasi non pemerintah setiap kali ada pertemuan atau melalui kritik di media yang berkaitan dengan proses pembangunan di semua level. Data menjadi menarik jika disertai penjelasan yang menggambarkan makna dari data itu, dengan kata lain data itu “bicara” atau data itu informatif.

Sebaliknya data menjadi sumber perdebatan jika data yang disajikan menimbulkan resistensi atau data itu dipertanyakan metodologinya atau validitasnya diragukan. Bisa juga karena data itu dianggap sudah tidak up date-ketinggalan. Singkatnya banyak faktor yang bisa menjadi penyebab munculnya perdebatan tentang data. Tentu masalah ini harus ada solusi untuk mengakhiri perdebatan tersebut.

Pak Taufan, staf evaluasi Program Inklusi-BaKTI, memberi refleksi bagaimana pertentangan antara lembaga mitra BaKTI dengan OPD pasca survei penyandang disabilitas di 7 daerah. Data lembaga mitra jauh lebih detil, tidak hanya menyebutkan nama dan alamat penyandang disabilitas, tetapi sudah sampai pada menyajikan informasi ragam disabilitas, jenis perlindungan sosial yang diperoleh dan masalahnya.

Mas Misbah memberi catatan penting, sebaiknya pendataan itu dimulai sejak awal. LSM yang mau melakukan pendataan seharusnya melibatkan OPD Terkait sejak menyusun instrumen. Bahkan bisa melibatkan perguruan tinggi sebagai pihak yang menguasai metodologi penelitian atau survei. Jika metodologi dan instrumen pendataan itu tidak disepakati sejak awal, tentu berpotensi hasilnya ditolak.

Pendekatan kolaborasi antar pelaku pembangunan atau multi pihak saat ini sedang menjadi model yang mulai diperkenalkan sebagai pendekatan pembangunan yang berkelanjutan. Pendekatan ini semakin kuat setelah pemimpin negara menyepakati SDGs, dimana semua pihak masing-masing punya kontribusi dalam pembangunan sesuai peran masing-masing, meski pemerintah tetap sebagai aktor utama.