PORTAL — Dunia kembali bergetar. Ketegangan geopolitik meningkat tajam sepanjang tahun 2025, ditandai dengan perseteruan terbuka antar blok militer, saling tuduh kepemilikan senjata nuklir, hingga manuver militer besar-besaran di kawasan rawan konflik.
Penulis: Nunung
Mahasiswi Hukum Pidana Islam IAIN Parepare
Situasi ini memunculkan sejumlah pertanyaan mendasar di benak masyarakat global, salah satunya: negara mana yang dianggap paling aman untuk menjadi tempat tinggal?
Pertanyaan itu tidak berlebihan. Sebab, kabar terbaru menunjukkan bahwa Amerika Serikat pun akhirnya turun tangan secara terbuka. Serangan udara terhadap sejumlah fasilitas nuklir di Iran pada Minggu, 22 Juni 2025, menandai titik balik yang mengerikan. Dunia terbelah. Poros-poros kekuatan global seperti mesin tua yang kembali dipanaskan, membawa kita semua ke dalam pusaran ketidakpastian. Bayang-bayang Perang Dunia Ketiga kini bukan lagi sekadar wacana akademik, melainkan realitas yang sedang mendekat, selangkah demi selangkah.
Di tengah kondisi seperti itu, Indonesia—yang selama ini cenderung tidak dilibatkan dalam konflik besar antarnegara—tiba-tiba menjadi perhatian. Banyak pihak mulai menoleh ke Asia Tenggara, khususnya ke Indonesia, bukan hanya karena posisi geografisnya yang relatif jauh dari pusat konflik, tetapi juga karena karakter politik luar negerinya. Kebijakan bebas aktif yang dianut Indonesia sejak era kemerdekaan terbukti menjadi tameng moral sekaligus strategi bertahan. Tidak memihak pada kekuatan tertentu, namun tetap aktif dalam menjaga perdamaian dunia. Sikap netral ini membuat Indonesia kecil kemungkinan dijadikan target atau arena perebutan kekuasaan oleh negara-negara besar.
Di saat negara-negara besar mulai terpecah oleh kepentingan masing-masing, Indonesia justru memiliki nilai strategis tersendiri. Bukan karena kekuatan militernya, tetapi karena konsistensinya dalam membangun diplomasi yang rasional, damai, dan konstruktif. Inilah kekuatan lunak Indonesia—yang sering terlupakan, tapi terbukti relevan di tengah krisis global.
Dengan kekayaan sumber daya alam dan luas wilayah yang besar, Indonesia juga memiliki modal penting untuk bertahan dalam situasi darurat global. Ketahanan pangan, energi, dan demografi bisa menjadi kekuatan andai dikelola secara bijak dan berkelanjutan. Justru di tengah ancaman inilah, kita perlu membuktikan bahwa Indonesia bukan sekadar penonton sejarah, tapi bisa menjadi aktor penting yang menawarkan jalan tengah.
Perang Dunia Ketiga mungkin sedang berlangsung, tapi Indonesia masih punya ruang untuk mengambil posisi sebagai kekuatan moral dunia. Sebagai penengah. Sebagai suara damai di tengah hiruk-pikuk senjata.
Pertanyaannya, maukah dan mampukah kita memainkan peran itu?