PORTAL — Kota Parepare kembali menunjukkan inovasinya dalam perencanaan pembangunan daerah dengan mengintegrasikan Perencanaan Pembangunan Responsif Gender dan Inklusi (PPRG) bersama isu perubahan iklim.
Terobosan ini dilakukan melalui Anggaran Pagu Indikatif Wilayah (PIW) dan Dana Kelurahan yang memastikan tidak ada kelompok masyarakat tertinggal.
Yayasan Lembaga Pengkajian Pengembangan Ekonomi dan Masyarakat (YLP2EM) selaku mitra Yayasan BaKTI menyelenggarakan kegiatan strategis untuk mewujudkan integrasi ini.
Acara yang dibuka langsung oleh Direktur YLP2EM, Ibrahim Fattah, menghadirkan Kepala Bappeda Kota Parepare, Zulkarnaen Nasrun, sebagai narasumber utama.
Ibrahim Fattah menekankan bahwa integrasi tiga isu penting – program inklusi, kesetaraan gender, dan perubahan iklim – bukanlah hal baru dalam APBD. “Ini bukanlah sesuatu isu baru yang masuk dalam batang tubuh APBD, ini sudah ada,” tegasnya.
Ia menjelaskan pentingnya memberikan perhatian khusus pada kelompok masyarakat yang belum terakomodir, terutama penyandang disabilitas.
Program ini menerapkan pendekatan interseksional untuk memastikan semua SKPD memiliki satu program piloting yang memuat aspek GEDSI dalam perencanaan pembangunan.
“Program ini memastikan bahwa kegiatan SKPD terkait dapat mengurangi kerentanan dan keterpaparan kelompok rentan serta marginal dari dampak ketidakadilan gender dan perubahan iklim melalui pendekatan yang terintegrasi,” ungkap Ibrahim.
Sementara, Zulkarnaen menyampaikan jika Kota Parepare telah menerapkan formula perhitungan PIW yang memasukkan lima variabel Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) dan perubahan iklim dengan total bobot 25%.
Formula ini terdiri dari jumlah bank sampah aktif (5%), luas ruang terbuka hijau (5%), penyandang disabilitas (5%), anak (5%), dan perempuan (5%).
“Pendekatan ini memastikan pembangunan tidak hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mengatasi ketidaksetaraan dan diskriminasi yang dihadapi kelompok rentan,” kata Zulkarnaen.
Yang menjadi keunggulan sistem Parepare adalah kewajiban alokasi anggaran yang transparan. Pemerintah kota menetapkan minimal 15% dari PIW untuk pemberdayaan kelompok anak, perempuan, dan penyandang disabilitas.
Sementara minimal 10% dialokasikan untuk pembangunan berbasis ekologi seperti rehabilitasi lahan kritis, RTH Mikro, pengelolaan sampah, dan Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA).
Untuk memastikan implementasi yang efektif, Bappeda Kota Parepare menerapkan lima strategi utama.
Yaitu sosialisasi intensif kepada seluruh SKPD terkait, pendampingan langsung dalam penyusunan program, optimalisasi forum perangkat daerah dengan melibatkan delegasi kelurahan, desk musrenbang yang dihadiri Forum Anak dan perwakilan perempuan, serta konsinyering untuk evaluasi berkelanjutan.
Ia juga menjelaskan pentingnya integrasi perspektif perubahan iklim karena dampaknya yang tidak adil terhadap masyarakat.
“Bencana alam, kekeringan, dan kenaikan permukaan air laut sering kali lebih parah dirasakan oleh kelompok rentan seperti perempuan, penyandang disabilitas, dan masyarakat miskin,” jelasnya.
Kelompok-kelompok rentan ini umumnya memiliki keterbatasan akses terhadap informasi, sumber daya, dan fasilitas yang diperlukan untuk beradaptasi atau pulih dari dampak perubahan iklim.
Kegiatan mentoring dan technical assistance ini merupakan bagian dari kerja sama Pemda dengan YLP2EM mitra BaKTI melalui Program Inklusi.
Zulkarnaen menekankan bahwa keberhasilan program ini memerlukan kolaborasi semua pemangku kepentingan untuk memenuhi target alokasi minimal 15% untuk perempuan, anak, dan penyandang disabilitas, serta 10% untuk lingkungan hidup.
“Mengintegrasikan GEDSI dan perubahan iklim dalam pembangunan daerah bukan saja memungkinkan, tapi juga terbukti efektif melalui penguatan kebijakan inklusif dan partisipasi yang representatif,” tegasnya.