Melawan Stigma: Panggil Namaku, Bukan Bencong

PORTAL — Yayasan BaKTI bermitra dengan Yayasan Lembaga Pengkajian Pengembangan Ekonomi Masyarakat (YLP2EM) melaksanakan Workshop Bengkel Komunikasi Penulisan Berita dan Fotografi.

Acara ini menghadirkan perwakilan komunitas transgender sebagai bagian dari Kelompok Konstituen di salah satu cafe lokal.

Ebhy, perwakilan Divisi Humas Kelompok Konstituen Mandiri Kelurahan Mallusetasi, menjadi salah satu peserta yang memimpin sesi ice breaking.

Bersama Mery dari Divisi Humas Kelompok Konstituen Bahagia Kelurahan Watang Soreang, mereka berhasil mencairkan suasana dengan keceriaan khas komunitas transgender.

“Sering kali saya merasa gerah ketika dipanggil dengan kata ‘bencong’, padahal orang tua saya telah memberikan nama terbaik untuk saya,” ungkap Ebhy dengan nada yang tegas namun tetap ramah.

Menurutnya, keberadaan komunitas transgender merupakan takdir yang harus diterima dengan lapang dada, meskipun masyarakat masih kerap memandang sebagai kelompok abnormal.

“Saat memilih transgender, saya merasa senang dengan keadaan saya. Meski budaya masih belum sepenuhnya menerima, saya tetap nyaman. Cara saya mengekspresikan kebahagiaan adalah dengan berbuat baik menurut masyarakat dan terlibat dalam kegiatan masyarakat,” terangnya.

Program Inklusi memberikan angin segar bagi komunitas transgender di Parepare. Selama ini, Ebhy mengaku tidak pernah diundang dalam pertemuan-pertemuan kelurahan, apalagi turut serta dalam proses perencanaan pembangunan. Aktivitasnya hanya terbatas sebagai pekerja salon.

“Saya sangat senang ketika dilibatkan menjadi bagian Kelompok Konstituen dan diberi kepercayaan melakukan pendataan disabilitas di Kelurahan Lumpue,” katanya.

Proses pendataan tersebut membuatnya miris melihat banyak penyandang disabilitas di Kota Parepare yang belum mendapat bantuan dan hidup dalam kondisi tidak layak.

Ebhy berharap keterlibatannya dalam Kelompok Konstituen dapat menularkan informasi lebih luas bagi komunitas transgender di Kota Parepare. Melalui berbagai tindakan positif, ia ingin mengubah stigma negatif masyarakat.

“Saya harapkan masyarakat memahami bahwa transgender juga sama dengan masyarakat lainnya. Menjadi transgender bukanlah virus yang bisa menular kepada orang lain. Oleh karena itu, transgender tidak perlu ditakuti dan didiskriminasi,” tegasnya.

Menjadi transgender bukanlah perjalanan yang mudah bagi Ebhy. Meskipun keluarga intinya menerima kondisinya, penolakan dari keluarga besar masih kerap dirasakan.

“Harapan saya dengan terlibat dalam program Inklusi adalah memberikan ruang bagi kami untuk mengambil peran dalam pembangunan Kota Parepare,” imbuhnya.

“Kami tidak ingin hanya menjadi komunitas pelengkap saat perayaan 17 Agustus yang selalu ditempatkan di barisan paling akhir dengan dandanan ala Citayem Fashion Week untuk menghibur penonton,” tambahnya.