PORTAL — Ketua DPRD Kota Parepare, Kaharuddin Kadir, menyampaikan prediksi mengkhawatirkan terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026 dalam kegiatan reses di salah satu cafe lokal, Rabu malam (17/9/2025).
Legislator dari Partai Golkar ini memperkirakan APBD Parepare tahun 2026 akan mengalami penurunan signifikan menjadi sekitar 700 miliar rupiah akibat pengurangan dana transfer dari pusat minimal 200 miliar rupiah.
“Kalau di 2026 ternyata kita dapatkan pengurangan anggaran dana transfer sekurang-kurangnya lebih 200 miliar, maka kita tidak bisa membuat banyak,” ungkap Kaharuddin.
Menurutnya, kondisi ini akan sangat memberatkan pemerintah daerah mengingat hampir setengah atau 47 persen dari total APBD tersebut, sekitar 325 miliar rupiah, sudah dialokasikan untuk belanja pegawai.
“Hampir setengahnya, 47 persen itu belanja pegawai. Berat sekali beban pemerintah daerah,” jelasnya.
Kaharuddin menekankan pentingnya kreativitas kepala daerah dalam mencari sumber pendanaan alternatif dari pusat untuk menutupi kekurangan anggaran.
“Kepala daerah harus kreatif, melakukan pendekatan di pusat untuk kita dapatkan tambahan-tambahan dana, di luar pengurangan dana transfer itu,” katanya.
Tanpa kreativitas tersebut, Kaharuddin memperkirakan perekonomian daerah akan mengalami kesulitan berat, termasuk terhambatnya program pembangunan.
Dalam reses tersebut, Kaharuddin juga merespons keluhan masyarakat terkait kualitas bantuan seragam sekolah yang dinilai jauh dari ekspektasi.
“Kami sudah dapatkan informasi dari Dinas Pendidikan bahwa ternyata penyedianya, kontraktornya itu bersedia mengurangi anggarannya di tahun ini,” ungkapnya.
Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya markup dalam pengadaan seragam sekolah tersebut.
Sebagai solusi untuk tahun 2026, DPRD memberikan masukan agar pengadaan seragam dilakukan oleh penyedia lokal Parepare yang terbukti memiliki kualitas baik dan harga bersaing.
Kaharuddin juga mengkritik kebijakan pemerintah kota yang dinilai kontradiktif dalam upaya menekan inflasi. Menurutnya, pembatasan pedagang kaki lima justru akan mematikan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
“Kebijakan yang dilakukan pemerintah justru menekan UMKM tidak boleh berjualan di trotoar, harus ditempatkan di satu tempat, saya kira mereka justru akan mematikan UMKM,” kritiknya.
Ia menyarankan pemerintah memberikan ruang sebesar-besarnya bagi UMKM dengan menciptakan spot-spot khusus di berbagai lokasi strategis seperti Cempae, Sumpang Minangae, dan wilayah Bacukiki.
Terkait pengelolaan event di Lapangan Andi Makkasau, Kaharuddin meminta pemerintah melakukan evaluasi ulang terhadap sistem penyewaan kepada Event Organizer (EO).
“Pemerintah harus mengevaluasi apakah event selama ini betul-betul menguntungkan atau bisa mendongkrak PAD kita, atau hanya menguntungkan EO-EO tertentu,” tegasnya.
Ia juga menyarankan diversifikasi lokasi event ke empat kecamatan untuk mengurangi kepadatan di satu titik dan menghidupkan kembali ikon-ikon pariwisata lain seperti kawasan Senggol.