Jakarta, Portal — Rencana pemerintah untuk menerapkan sertifikasi halal pada angkutan transportasi logistik jalan raya (truk) telah memicu perdebatan sengit di kalangan industri dan pengamat.
Bambang Haryo Soekartono (BHS), seorang pengamat transportasi dan anggota DPR-RI terpilih 2024-2029, mengkritik keras rencana tersebut, menyebutnya sebagai “kebijakan yang aneh dan terkesan mengada-ada.”
Tantangan Implementasi
BHS menekankan beberapa tantangan utama:
1. Kesulitan pengawasan: “Transportasi itu kan selalu bergerak. Arah dan tujuannya tidak bisa diketahui oleh Pemerintah.”
2. Kompleksitas sertifikasi: Tidak hanya truk, tetapi pengemudi, infrastruktur jalan, hingga pekerja bongkar muat juga perlu disertifikasi.
3. Beban biaya: Sertifikasi dinilai mahal oleh pengusaha truk, berpotensi meningkatkan biaya logistik nasional.
Dampak Ekonomi
Kebijakan ini dikhawatirkan akan:
– Menghambat distribusi produk halal
– Meningkatkan harga produk industri
– Berpotensi menyebabkan kelangkaan barang jika terjadi mogok nasional
“Kalau APTRINDO (Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia) menyatakan akan melakukan mogok nasional, pasti ekonomi negara akan menjadi korban,” tegas BHS.
Seruan untuk Kebijakan yang Logis
BHS mengajak pemerintah, khususnya BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal), untuk mempertimbangkan kembali kebijakan ini. “Ayo membuat kebijakan yang logis dong, yang tujuannya untuk menumbuhkan ekonomi, bukan malah menghancurkan ekonomi Indonesia,” tutupnya.
Kontroversi ini menunjukkan pentingnya dialog antara pemerintah dan pelaku industri dalam merumuskan kebijakan yang efektif dan tidak memberatkan sektor logistik yang vital bagi perekonomian nasional.